Apa
kabar Sahabat Depp Holmes’s? Aku berharap, kalian akan mengerti mengapa saya
menamai judul tulisan ini “polisi bahasa” setelah membaca keseluruhan dari
tulisan ini. Tulisan ini tidak akan membahas apa itu polisi bahasa, seperti apa
kerjanya, dimana kantornya, dsb. Tapi semoga dari apa yang saya tulis ini,
kalian akan mengerti esensi dari apa yang disebut “polisi bahasa”.
Beberapa
waktu yang lalu (mungkin sekitar setahun yang lalu), aku sempat membaca buku
berjudul “111 kolom Bahasa Pilihan Kompas” tahun terbit 2006, buku ini berisi
kumpulan esai kebahasaan dari beberapa penulis. Ada beberapa esai yang
menurutku sangat cerdik sekali ulasannya, salah satunya mengulas tentang kata akademi.
Tak disangka-sangka, permasalahan itu ternyata berada di sekitar kita, dan
banyak dari kita yang tidak sadar. Sungguh esaiis bahasa yang peka. Esai itu
membahas penggunaan kata akademi pada salah satu ajang pencarian bakat di salah
satu stasiun tv swasta, ketika itu. Ternyata apa yang diulas pada salah satu
esai itu, kini kembali muncul, bahkan bukan terjadi di satu stasiun tv, tapi
dua.
Sebentar
ya Sahabat Depp Holmes’s, cukup disini dulu, kita bahas ini nanti lagi. Mari, kita
beralih pada persoalan lain.
Akhir-akhir
ini juga aku sedang membaca beberap buku, salah satunya adalah Dunia Sophie
karya Jostein Gaarder, sebuah novel filsafat. Sungguh, sangat membutuhkan waktu
dan fokus yang ekstra keras untuk membaca dan memahami buku ini. Secara umum,
buku ini berkisah tentang seorang gadis yang sedang belajar filsafat. Setelah
membaca kedua buku itu, tiba-tiba saja di pikiranku ada sebuah koneksi yang
menghubungkan. Ting! Oww iya ya, ternyata begitu!
Mari
akan saya hubungkan apa yang telah
kualami ini.
Akhir-akhir
ini muncul kembali acara-acara ajang pencarian bakat di televisi yang
menggunakan nama "Akademi" (tengoklah dua stasiun tv swasta, tentu
tau kan?). Perlukah saya untuk menyebutnya? Inisial saja ya, I dan S . Seolah
latah atau bagaimana, saya kurang begitu tau, mungkin hanya mengikuti trend,
karena ada beberapa yang menduduki retting yang tinggi.
Acara
ajang pencarian bakat merupakan salah satu cara untuk mencetak bintang secara
"instan". Pantaskah ajang seperti ini—yg pemenangnya diperoleh dari
banyaknya voting dari pemirsa— menggunakan nama agung Akademi. Pantas atau apa
ya, saya sedikit kesulitan untuk menemukan diksi yang tepat. Karena untuk
menilai suatu kepantasan itu sungguh tidak mudah. Tapi mari kita lihat.
Dari
membaca buku Dunia Sophie, khususnya pada bab Plato saya kembali mengetahui
ternyata kata akademi berasal dari bahasa Yunani, kata tersebut diilhami dari
nama pahlawan legendaris Yunani, Academus. Kemudian
oleh Plato nama tersebut dijadikan nama sekolah filsafatnya, yang di dalamnya
mengajarkan tentang filsafat. Lalu dikenalah sekolah tersebut dengan nama
Akademi. Sekolah tersebut telah mencetak banyak sekali ahli-ahli filsafat dunia
salah satu alumninya adalah Aristoteles, filosof terbesar ketiga dr Athena. Adapun
dari sekolah Plato tersebut, lalu dikemudian waktu, munculah ribuan
"akademi" di dunia ini. Mereka mencetak para ilmuan, dan ahli, tidak
secara "instan" dan bukan dari banyaknya “sms” para gurunya.
Dari beberapa kejadian yang telah saya alami ini, dari
membaca kedua buku tersebut, tentang ajang pencarian bakat, tentang filosof,
tentang kata akademi ternyata telah menyadarkanku. Aku sadar, sensitifitasku
terhadap penggunaan bahasa oleh masyarakat selama ini sangat kurang. Sebagai
mahasiswa bahasa, sungguh saya harus banyak belajar dan memperbanyak bacaan
lagi. Agar kepekaan terhadap penggunaan bahasa yang “salah kaprah” dapat
dikritisi, seperti yang telah dilakukan oleh para esais-esais bahasa selama
ini. Pantaslah untuk itu mereka kita sebut “polisi bahasa”. Humm, sungguh aku
ingin seperti mereka, menjadi “polisi bahasa”.
Bantul, 28 September
2014
No comments:
Post a Comment