Laman

Sunday, September 28, 2014

Polisi Bahasa


            Apa kabar Sahabat Depp Holmes’s? Aku berharap, kalian akan mengerti mengapa saya menamai judul tulisan ini “polisi bahasa” setelah membaca keseluruhan dari tulisan ini. Tulisan ini tidak akan membahas apa itu polisi bahasa, seperti apa kerjanya, dimana kantornya, dsb. Tapi semoga dari apa yang saya tulis ini, kalian akan mengerti esensi dari apa yang disebut “polisi bahasa”.
            Beberapa waktu yang lalu (mungkin sekitar setahun yang lalu), aku sempat membaca buku berjudul “111 kolom Bahasa Pilihan Kompas” tahun terbit 2006, buku ini berisi kumpulan esai kebahasaan dari beberapa penulis. Ada beberapa esai yang menurutku sangat cerdik sekali ulasannya, salah satunya mengulas tentang kata akademi. Tak disangka-sangka, permasalahan itu ternyata berada di sekitar kita, dan banyak dari kita yang tidak sadar. Sungguh esaiis bahasa yang peka. Esai itu membahas penggunaan kata akademi pada salah satu ajang pencarian bakat di salah satu stasiun tv swasta, ketika itu. Ternyata apa yang diulas pada salah satu esai itu, kini kembali muncul, bahkan bukan terjadi di satu stasiun tv, tapi dua.
            Sebentar ya Sahabat Depp Holmes’s, cukup disini dulu, kita bahas ini nanti lagi. Mari, kita beralih pada persoalan lain.
            Akhir-akhir ini juga aku sedang membaca beberap buku, salah satunya adalah Dunia Sophie karya Jostein Gaarder, sebuah novel filsafat. Sungguh, sangat membutuhkan waktu dan fokus yang ekstra keras untuk membaca dan memahami buku ini. Secara umum, buku ini berkisah tentang seorang gadis yang sedang belajar filsafat. Setelah membaca kedua buku itu, tiba-tiba saja di pikiranku ada sebuah koneksi yang menghubungkan. Ting! Oww iya ya, ternyata begitu!
            Mari akan saya hubungkan apa yang telah  kualami ini.
            Akhir-akhir ini muncul kembali acara-acara ajang pencarian bakat di televisi yang menggunakan nama "Akademi" (tengoklah dua stasiun tv swasta, tentu tau kan?). Perlukah saya untuk menyebutnya? Inisial saja ya, I dan S . Seolah latah atau bagaimana, saya kurang begitu tau, mungkin hanya mengikuti trend, karena ada beberapa yang menduduki retting yang tinggi.
            Acara ajang pencarian bakat merupakan salah satu cara untuk mencetak bintang secara "instan". Pantaskah ajang seperti ini—yg pemenangnya diperoleh dari banyaknya voting dari pemirsa— menggunakan nama agung Akademi. Pantas atau apa ya, saya sedikit kesulitan untuk menemukan diksi yang tepat. Karena untuk menilai suatu kepantasan itu sungguh tidak mudah. Tapi mari kita lihat.
            Dari membaca buku Dunia Sophie, khususnya pada bab Plato saya kembali mengetahui ternyata kata akademi berasal dari bahasa Yunani, kata tersebut diilhami dari nama pahlawan legendaris Yunani, Academus. Kemudian oleh Plato nama tersebut dijadikan nama sekolah filsafatnya, yang di dalamnya mengajarkan tentang filsafat. Lalu dikenalah sekolah tersebut dengan nama Akademi. Sekolah tersebut telah mencetak banyak sekali ahli-ahli filsafat dunia salah satu alumninya adalah Aristoteles, filosof terbesar ketiga dr Athena. Adapun dari sekolah Plato tersebut, lalu dikemudian waktu, munculah ribuan "akademi" di dunia ini. Mereka mencetak para ilmuan, dan ahli, tidak secara "instan" dan bukan dari banyaknya “sms” para gurunya.

            Dari beberapa kejadian yang telah saya alami ini, dari membaca kedua buku tersebut, tentang ajang pencarian bakat, tentang filosof, tentang kata akademi ternyata telah menyadarkanku. Aku sadar, sensitifitasku terhadap penggunaan bahasa oleh masyarakat selama ini sangat kurang. Sebagai mahasiswa bahasa, sungguh saya harus banyak belajar dan memperbanyak bacaan lagi. Agar kepekaan terhadap penggunaan bahasa yang “salah kaprah” dapat dikritisi, seperti yang telah dilakukan oleh para esais-esais bahasa selama ini. Pantaslah untuk itu mereka kita sebut “polisi bahasa”. Humm, sungguh aku ingin seperti mereka, menjadi “polisi bahasa”.

Bantul, 28 September 2014

No comments:

Post a Comment