Laman

Sunday, December 29, 2013

Teater Dhingklik: Rumah yang akan Selalu Dirindukan



Alhamdulillah, rasa syukur terucap ketika pementasan pada malam itu telah berakhir dan berjalan dengan lancar. Ya, 23 Desember 2013 akhirnya terlalui dengan manis. Aku yakin malam itu, akan selalu dirindukan oleh kami semua. Bukan hanya malam itu, tetapi hampir di setiap malam selama kurang lebih 4 bulan terakhir ini: dari September hingga Desember kami akan selalu merindukannya.

            Aku melihat raut wajah lelah, senang, sedih, gembira, puas, semua bercampur jadi satu di wajah teman-temanku, ketika terdengar tepuk tangan penonton di akhir pementasan itu. Akhirnya proses yang kurang lebih empat bulan terakhir ini membuahkan hasil yang menggembirakan. Bukan hanya kami, tetapi penonton yang menyaksikan pentas pada malam itu pun, aku yakin mereka sangat terhibur berkat persembahan kami ini.
            Teater Dhingklik, itulah nama rumah dimana kami berproses kurang lebih selama empat bulan terakir ini. Kami mementasakan lakon Sindhen karya Heru Kesawa Murti dalam rangka tugas akhir mata kuliah Drama. Bertajuk Parade Teater PBSI dan BSI UNY 2013, kelompok teater kami ini berhasil menutup parade ini dengan GONG yang super dahsyat, riuh tawa dan tepuk tangan penonton tak henti-hentinya selama pementasan ini. Bahakan setelah pementasan kami ini selesai, masih saja kami mendengar dari mulut ke mulut pujian pementasan pada malam itu. Humm kalau sudah begini, rasa syukur, puas, dan bangga pun tak henti-hentinya menghiasi angan ini hehehe
            Tentu dalam proses ini ada buannnyak sekali pihak yang turut membantu menyukseskan pementasan kami, tak bisa disebut satu persatu, tapi setidaknya kepada Mas Giant, Mas Baim, Pak Becak, Mas Pay, Mas Kidjing, Mbk Awis, Mbah Wongso, dan yang lainnya kami ucapkan rasa terimakasih kami yang sedalam-dalamnya. Terimalah maaf dari kami, karena yang kami berikan kepada kalian belum seberapa memang, dan bantuan kalian itu semua, tidak akan pernah bisa terhargai seberapa pun. Karena aku yakin semua yang kalian berikan tulus karna sebuah karya. Sekali lagi kami ucapkan rasa trimakasih yang sangat mendalam.
            Kepada teman-temanku semua, kelas BSI A FBS UNY angkatan 2011 aku akan selalu merindukan kalian, merindukan proses selama ini. Proses dimana suka, duka, sedih, emosi, marah, tangis, tawa, gembira, selalu mengiringi disetiap harinya. Semoga nanti setelah semuanya menyandang gelar alumnus. Setelah semua kembali ke kota masing-masing. Aku berharap kalian akan selalu merindukan Jogja dengan segala kenangannya. Semoga tulisan ini akan membantu kalian dalam mengingat semua kenangan-kenanagn itu. Humm di PKM nyeseti empirng, membuat seting, latihan di depan PLA, di bawah pohon rindang GK 4, di Auditorium, di depan GK 1, di Lab. Karawitan, hingga berakhir di Stage Tedjakusuma FBS UNY, dan kalau sudah begini lagu-lagu dari Payung Teduh akan menjadi soundtrek yang pas untuk diputar ketika mengingat semua kenangan itu. Hummm Aku merindukannn itu teman-teman
            Sudah berakhir ya . . . . aku berharap semoga rumah kami ini, “Tetater Dhingklik” tidak akan berakhir di sini saja. Aku berharap masih akan ada karya-karya selanjutnya yang dapat kami persembahkan. Dan itu Harus! Tabik!
Bantul, 28 Desember 2013


Ini adalah beberapa foto saat kami berproses mementaskan lakon Sindhen karya Heru Kesawa Murti


Membuat perlengkapan setting panggung berupa anyaman bambu di PKM FBS UNY



Latihan di depan GK.1 FBS dan di sekitar Auditorium UNY



Foto saat pementasan Sindhen karya Heru Kesawa Murti di Stage Tedjokusumo FBS UNY



Setelah pementasan



Sunday, December 1, 2013

Begitulah Desember


             Tahun 2013 hampir berakhir. Kalender di kamarku pun telah berganti, sebenarnya bukan di kamarku saja, pasti milik semua orang juga berganti haha. Masih kuingat dengan jelas, baru tadi pagi aku merobek kalender bulan November itu. Kalender yang bergambar wanita cantik itu sudah tak terpampang lagi di kamarku. Humm, rasanya satu tahun itu begitu cepat ya..?
            Kini kalender itu hanya tinggal selembar saja; Desember, ya begitulah orang-orang menyebutnya. Seiring berakhirnya tahun, tak pelak masa kuliahku di semester lima ini pun akan segera berakhir. Sebagai seorang mahasiswa, bulan Desember merupakan bulan pamungkas. Mengapa pamungkas? Ya,  selain sebagai akhir tahun, di bulan Desember ini juga aktivitas mahasiswa mencapai puncak-puncaknya. Baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Pada tulisanku kali ini, saya ingin menceritakan atau bahkan ingin curhat pada Sahabat Depp Holems’s Story. Cieileh curhat..? Ya beginilah, seorang mahasiswa jomblo, curhatnya hanya dengan tulisan hahaha.
            Sudah-sudah, kembali lagi ke topik semula ‘Desember’. Seperti yang sudah saya sampaikan di atas. Desember ini merupakan puncak-puncaknya aktivitas para mahasiswa, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Begitu pula yang saya alami sekarang ini. Di dalam kelas misalnya; hampir semua dosen yang mata kuliahnya saya ambil di semester lima ini memberikan tugas akhir. Mulai dari penelitian kecil-kecilan tentang bahasa dan sastra Indonesia, hingga proyek akhir semester yang membutuhkan waktu tambahan di luar kelas. Sebagai seorang mahasiswa tentu sudah sangat hafal dengan rutinitas-rutinitas ini. Harus pintar-pintar mengatur waktu.
            Desember 2013 kali ini akan menjadi bulan yang mengesankan bagi saya selama kuliah di UNY. Seperti yang sudah saya ceritakan di atas, di akhir semester lima ini saya memiliki proyek akhir semester yang luar biasa. Bukan hanya sendiri, tetapi bersama teman-teman sekelas; mengadakan pertunjukan Teater yang super duper istimewa hahaha. “Teter Dhingklik” begitulah kami menamai teater kelas kami ini. Selain sebagi proyek akhir dari mata kuliah Drama, pertunjukan ini juga merupakan ajang kreativitas tersendiri bagai mahasiswa sastra Indonesia FBS, UNY. Ya, dong mosok sebagai mahasiwa di FBS tidak berkesenian. Malu dong!
            Mementaskan lakon “Sindhen” karya Heru Kesawa Murti, kami sekelas akan berteater di akhir tahun ini; tepatnya 23 Desember 2013. Sebenarnya bukan hanya di Desember saja, tetapi sudah semenjak September kami mulai melangkah untuk pementasan ini. Ayo besok nonton ya Sahabat Depp Holmes’s, saya juga salah satu aktornya lo hhe! Begitulah sibuknya Desember “di dalam kelas” (akademik).


        
latihan musik (nggamel) bersama teater kelas BSI A FBS UNY 2011 (Teater Dhingklik) untuk pementasan lakon Sindhen

       Di luar kelas pun tak pelak Desember menunjukkan bagaimana sibuk-sibiknya aktivitas sebagai mahasiswa. Hal ini bisa dilihat dari papan-papan pengumuman di kampus. Banyak sekali organisasi-organisasi mahasiswa yang menunjukan eksistensinya; “agenda akhir kepengurusan/tutup buku/ tutup tahun”. Mereka banyak menyajikan menu-menu yang istimewa bagi para mahasiswa lainnya, mulai dari pentas seni, diskusi, lomba-lomba, dan masih banyak lagi.
            Di sisi lain, Demokrasi ala kampus pun mulai terlihat pada Desember ini, “Pemilwa”. Mulai dari Hima, Ormawa, BEM dan organisasi lainnya mulai mencari dan memilih pemimpin baru untuk periode kepemimpinan selanjutnya. Bisa dibayangkan sendiri kan, bagaimana sibuknya Desember ini? hahaha
            Desember 2013 kali ini, tentu dengan segala kesibukannya, akan menjadi bulan yang mengesankan buat saya selama kuliah di UNY. Desember senantiasa menjadi bulan yang akan dirindukan oleh siapapun. Marilah kita merefleksi diri di bulan Desember ini,  hal apa saja yang sidah kita laluai setahun ini. Buatlah hari-hari terakhir di 2013 ini menjadi momen yang spesial untuk di kenang pada 2014 nanti. Buatlah setiap harinya menjadi hari yang indah di kehidupan mu sobat.
            Begitulah Desember, dengan basahnya hujan yang mengiringi, dihapusnya jejak-jejak yang kotor selama setahun. Menyisakan langkah yang patut tuk diteruskan di 2014 nanti.

Bantul, 1 Desember 2013, 20.10 WIB


Wednesday, November 27, 2013

Separuh Malam!



            Ini bukan cerita cinta. Bukan perkara hati yang sedang meraindu mesra.  Mulut bukanlah pencerita. Bukan pula tangan yang menggores tinta. Ini sebuah renungan akan diam yang semakin lama. Ini tentang secuil perkara dosa keturunan Adam dan Hawa.
***
            Tuhan izinkan aku memeluk dosa malam ini. Ya, karena manusialah tempatnya dosa. Tuhan, Izinkan aku menikmati mabuk ini. Mabuk yang hanya bertahan hingga subuh menjelang. Aku janji, setelah itu aku akan mengingat namaMu dengan khidmat, dalam sujud subuh yang Agung.
            Aku yakin Engkau pasti tahu Tuhan. Karena aku meyakiniMu Sang Maha Melihat. Engkau pasti tahu semua ini karena siapa? Dia yang membuatku seperti ini, yang membuatku mendustakanMu dalam separuh malam. Dusta dalam beberapa teguk yang memabukkan.
            Perempuan itu Tuhan, aku tak yakin ia akan memikirkanku, setelah apa yang ia perbuat kepadaku. Apakah aku gila sampai berbuat demikian? Tidak!! Kau juga pasti tahu Tuhan aku bukan orang gila. Jika aku gila mana mungkin aku masih bisa menyebut namaMu.
            Malam itu, malam saat semua ini terjadi. Kau juga ikut menyaksikannya, Tuhan. Saat aku pulang dari lembur malam. Mencari sesuap nasi untuk anak-istri. Halahhhh, masih pantaskah kusebut dia istri? Istri macam apa jika berani main mata dengan pria lain. Bukan main mata lagi! Entah, sedang main apa saat kupergoki dia sedang bercumbu mesra dengannya.
            Laillah. Kau juga pasti tahu Tuhan, sedang apa dia dengan laki-laki jalang itu! Apakah yang kuberikan selama ini kurang? Ya, seorang sopir macam aku ini, tak akan mungkin mendapat gajian tiap bulan dengan duit jutaan. Bukankah setiap sepulang kerja ada saja rupiah yang kuberikan untuknya? Tak banyak memang. Tapi Engkau pasti tahu Tuhan, itu sudah lebih dari cukup untuk menghidupi kami bertiga. Masalah nafkah selalu bisa kucukupi. Bukankah tugas seorang istri yang harus pandai membagi?
            Ku usir dia, bersama lelaki jalang itu, Tuhan! Kau pun menyaksikannya! Aku tak tahu apakah itu sebuah talak? Karena Kau tau Tuhan, aku tak paham tuk menafsirkan. Yang aku tau, perempuan itu telah menghianatiku!
            “Oh Anakku Ngger,  jangan kau tanyakan lagi Ibumu itu!”
            Tuhan, bukankah dulu saat janji suci terucap dihadapanmu. Perempuan itu berjanji tuk menjadi seorang istri yang nrima. Bukan atas dasar harta kami berumah, tapi atas dasar hati yang saling mengasihi dan mencintai.
            Dan semua ini Tuhan, aku yakin bukan atas dasar harta yang membuat dia melakukan penghianatan. Tapi atas dasar nafsu yang membuatnya mendustakan anak dan suami, bahkan mendustakanMu!
***
            Seteguk mengalir demi seteguk! Pahit yang membekas di kerongkongan, membuatku mendustakanMu dalam sepurh malam! Ampuni aku Tuhan!

Bantul, 25 November 2013, 20.15 WIB

Saturday, November 23, 2013

Putih

Aku tidak tahu hidup akan membawaku kemana, karena takdir tak pernah ku mengerti. Aku tidak tahu kaki akan menuntunku kemana, karena hatilah yang akan menuntunku kepadamu. Aku tidak tahu mulut ini akan berkata apa, karena mata yang akan berbicara padamu. Aku tidak tahu tangan ini akan memberi apa, karena ku tak yakin tangan ini pantas memberikan sesuatu untukmu. Sebenarnya aku ingin memberimu warna. Bukan Mejikuhibuniu! Aku ingin memberi putih. Tapi aku ragu, apakah putih akan membuatamu bahagia. Tapi percayalah masih ada putih saat hati ini menuntunku kepadamu.

Monday, November 18, 2013

Sepi



Aku
Adalah malam
Adalah sunyi
Adalah sepi
Adalah purnama malam ini
saat mendung mendustai;
hilang, gelap, hanya bisa menunggu

Abracadabra




Jika itu sabda Tuhan, suruhlah batu menggoyangkannya. Jika itu kebenaran, suruhlah pohon menyanyikannya. Jika itu kata bertuah, suruhlah binatang menuliskannya. Jika itu roh, suruhlah manusia membikinnya. Biarlah tahta terhampar dan perdana mentri bersujud, jika angin tak berembus niscaya udara di kamar pengap juga. Biarlah lari kuda menyibak di antara obor dan anjing-anjing menyalak, jika tak ada binatang buruan apa mau dikata. Hujan pagi hari, enak bagi pegawai. Hujan sore hari, enak bagi pengantin baru. Hujan malam hari, enak bagi maling. Soalnya jika batu bisa menggoyangkan, jika pohaon menyanyikan, jika binatang menuliskan, jika kita sanggup membikin segala-galanya, apa jadinya nanti. Semuanya bakal tersedia. Kita tidak bakal menunggu untuk hal-hal yang kita mampu.

(Danarto, 1987: 142)