Laman

Wednesday, July 3, 2013

Kritik Sastra Postmodernisme


 Kritik dalam pengertiannya yang tajam disebut penghakiman. Sebagai sebuah pertimbangan, kritik bermaksud untuk meninjau kembali hasil proses kreatif sastrawan dengan teks-teks yang telah dihasilkan.  Tinjauan tersebut yaitu postmodernisme yang menyuarakan semangat melawan, semangat mempertanyakan dan semangat mendekonstruksi. Postmodernisme melihat sebuah masyarakat yang teratur, rapi, konvensional perlu dipertanyakan kembali asas-asas keabsahannya. Dalam potsmodernisme, fenomena realis apa pun mesti dipertanyakan terkait dengan konvensionalitas. 
Sejak munculnya postmodernisme disebut sebagai gerakan di era kapitalisme lanjut, khusunya di bidang seni pada saat itu, aspek-aspek sentral yang diasosiasikan dengan postmodernisme dalam seni bertaburan meliputi antara lain pertama, adanya penghapusan batas antara seni dan kehidupan sehari-hari; kedua ambruknya pembedaan hierarkis antara kebudayaan populer dan kebudayaan elit; ketiga ekletisisme stilistik dan empat pencampuran kode.
Aspek yang pertama adanya penghapusan batas antara seni dan kehidupan sehari-hari yaitu melihat fenomena sejak zaman klasik. Kita taruh drama—yang sebagai karya seni—telah mendekonstruksi segala aspek kontinuitas kehidupan sehari-hari. Seorang perempuan yang memiliki peran sebagai tokoh antagonis atau bertabiat buruk, jika masuk ke dalam kehidupan sehari-hari wajib dipisahkan.  Dalam karya sastra, misalnya, hilangnya batas-batas yang tegas antara seniman sebagai pencipta dengan pembaca sebagai penerima, bahkan pengarang dianggap sebagai anonimitas (tidak ada nama). Dalam karya seni pun telah terjadi pergeseran dari keseriusan, dari kedalaman ke permukaan, ke permainan. Menurutnya, sehingga terjadilah sebuah ironi, parodi, interteks, dan pastiche. 
Pada postmodernisme berkecenderungan mengkritik segala sesuatu yang diasosiasikan dengan modernitas, yaitu pada akumulasi pengalaman peradaban Barat adalah industrialisasi, urbanisasi, kemajuan teknologi, negara bangsa, dan kehidupan dalam jalur cepat. Pauline Rosenau (1992) menyebut, posmodernisme merupakan kritik atas masyarakat modern dan kegagalannya memenuhi janji-janjinya. Dalam teori postmodernisme mencoba menemukan jalan melalui struktur bahasa, melalui kekuatan wacana-wacana yang disampaikan dalam teks–dalam hal ini sastra—tersebut.
Bahasa sebagai kata yang digunakan untuk menghubungkan dari ujaran ke ujaran, baik secara teks atau tidak, telah memposisikan dirinya sebagai sesuatu yang signifikan dalam kajian postmodernisme. Mukarovsky seorang pengikut kelompok formalis, ia memandang bahwa aspek estetis dihasilkan melalui fungsi puitika bahasa, seperti deotomatisasi, membuat aneh, penyimpangan, dan pembongkaran norma-norma lainnya.[1] 
Dalam puitika bahasa yang dimaksud Mukarovsky adalah gaya bahasa serta nada yang dipakai dalam teks sastra. Aspek ini yang akan menjadi sumbu-sumbu relevansinya dengan ironi. Ironi sebagai pernyataan yang bertentangan dengan realitas akan melihat dari pandangan dunia (world view) manakah sebuah peristiwa itu dibentuk; apakah dari cerita atau dari pembaca. Istilah Jauss, nilai sebuah karya, dari aspek-aspek estetis yang ditimbulkannya bergantung dari hubungan antara unsur-unsur karya dengan horison harapan pembaca.[2] 
Bagaimana nilai estetik dalam karya sastra? Umberto Eco (1979: 182-183) memberikan pandangan, semua bidang dapat dikenal sebagai kode sejauh mengungkapkan fungsi estetik setiap unsurnya. Kode atau tanda memiliki konteks, setiap konteks juga memiliki sosiokultural. Salah satunya Cerpen Dodolitdodolitdodolibret karya Seno Gumira Ajidarma memiliki sosiokultural sufisme. Dalam dunia sufi hal yang dikenal adalah dunia pencapaian tentang diri seorang hamba kepada Tuhannya. Proses ini dinamakan spiritualitas sebagai jalan penghambaan. Dinamika kesufian atau sebuah istilah yang lebih tepat mengenai cerpen Seno yaitu parodi dan sebuah cerita tentang seseorang yang ingin berjalan di atas air.



[1] Lihat juga: Suminto A. Sayuti, Teks Sastra; Komunikasi dan Resepsi, (Diktat 2008), hlm. 35.
[2] Suminto A. Sayuti, Teks Sastra; Komunikasi dan Resepsi, (Diktat 2008), hlm. 47. Hans Robert Jauss memperlakukan resepsi sastra dari sejarah resepsi hingga pengalaman estetik. 

Daftar Pustaka
Sarup, Madan. 2003. Posstrukturalisme dan Posmodernisme. Jendela: Yogyakarta.
Wellek, Rene dan Austin Warren. 1990. Teori Kesusastraan. Gramedia: Jakarta.
Pradopo, Rachmat Djoko. 2012. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Cerpen Pilihan Kompas 2010. 2011. Dodolitdodolitdodolibret. Buku Kompas: Jakarta.
Teeuw, A. 1984. Sastera dan Ilmu Sastera. Pustaka Jaya: Jakarta.


No comments:

Post a Comment