Ini
bukan cerita cinta. Bukan perkara hati yang sedang meraindu mesra. Mulut bukanlah pencerita. Bukan pula tangan
yang menggores tinta. Ini sebuah renungan akan diam yang semakin lama. Ini
tentang secuil perkara dosa keturunan Adam dan Hawa.
***
Tuhan
izinkan aku memeluk dosa malam ini. Ya, karena manusialah tempatnya dosa. Tuhan,
Izinkan aku menikmati mabuk ini. Mabuk yang hanya bertahan hingga subuh
menjelang. Aku janji, setelah itu aku akan mengingat namaMu dengan khidmat,
dalam sujud subuh yang Agung.
Aku
yakin Engkau pasti tahu Tuhan. Karena aku meyakiniMu Sang Maha Melihat. Engkau
pasti tahu semua ini karena siapa? Dia yang membuatku seperti ini, yang
membuatku mendustakanMu dalam separuh malam. Dusta dalam beberapa teguk yang
memabukkan.
Perempuan
itu Tuhan, aku tak yakin ia akan memikirkanku, setelah apa yang ia perbuat
kepadaku. Apakah aku gila sampai berbuat demikian? Tidak!! Kau juga pasti tahu
Tuhan aku bukan orang gila. Jika aku gila mana mungkin aku masih bisa menyebut
namaMu.
Malam
itu, malam saat semua ini terjadi. Kau juga ikut menyaksikannya, Tuhan. Saat
aku pulang dari lembur malam. Mencari sesuap nasi untuk anak-istri. Halahhhh,
masih pantaskah kusebut dia istri? Istri macam apa jika berani main mata dengan
pria lain. Bukan main mata lagi! Entah, sedang main apa saat kupergoki dia
sedang bercumbu mesra dengannya.
Laillah.
Kau juga pasti tahu Tuhan, sedang apa dia dengan laki-laki jalang itu! Apakah
yang kuberikan selama ini kurang? Ya, seorang sopir macam aku ini, tak akan
mungkin mendapat gajian tiap bulan dengan duit jutaan. Bukankah setiap sepulang
kerja ada saja rupiah yang kuberikan untuknya? Tak banyak memang. Tapi Engkau
pasti tahu Tuhan, itu sudah lebih dari cukup untuk menghidupi kami bertiga. Masalah
nafkah selalu bisa kucukupi. Bukankah tugas seorang istri yang harus pandai
membagi?
Ku
usir dia, bersama lelaki jalang itu, Tuhan! Kau pun menyaksikannya! Aku tak
tahu apakah itu sebuah talak? Karena Kau tau Tuhan, aku tak paham tuk menafsirkan.
Yang aku tau, perempuan itu telah menghianatiku!
“Oh
Anakku Ngger, jangan kau tanyakan lagi Ibumu
itu!”
Tuhan,
bukankah dulu saat janji suci terucap dihadapanmu. Perempuan itu berjanji tuk
menjadi seorang istri yang nrima.
Bukan atas dasar harta kami berumah, tapi atas dasar hati yang saling mengasihi
dan mencintai.
Dan
semua ini Tuhan, aku yakin bukan atas dasar harta yang membuat dia melakukan
penghianatan. Tapi atas dasar nafsu yang membuatnya mendustakan anak dan suami,
bahkan mendustakanMu!
***
Seteguk
mengalir demi seteguk! Pahit yang membekas di kerongkongan, membuatku
mendustakanMu dalam sepurh malam! Ampuni aku Tuhan!
Bantul, 25 November 2013, 20.15 WIB