Matahari sore membawaku untuk
kembali menengok halaman ini. Tempat yang sudah lama tak kusentuh. Ibarat halaman rumah, mungkin sudah banyak
daunan yang rapuh berserakan. Tiga bulan yang lalu, post terakhir yang aku jejakkan di halaman ini. Cerita tentang
pengalaman menjadi seorang pendidik.
Hampir satu tahun selepas diwisuda
dari Universitas Negeri Yogyakarta bulan Februari 2016 yang lalu, bahkan jika
dihitung dari yudisium, hari ini sudah lebih dari satu tahun. Rasa rindu untuk
kembali ke bangku perkuliahan mulai muncul. Kalau kata teman, jangan takut
untuk merindu. Merindukan hal-hal yang dulu dialami ketika menempuh studi, pagi
siang malam dengan segala aktivitas yang akan selalu membekas. Tapi rasanya
untuk kembali melanjutkan studi masih
ada banyak alasan yang perlu dipertimbangkan. Keinginan untuk melanjutkan studi
pun harus dikesampingkan dulu.
Diriku hari ini adalah manifestasi
dari perjalananku di masa lalu. Takdir Allah lah yang telah membawaku melalui
berbagai macam kisah hingga pada akhirnya aku mengenal mereka;
Mei 2016, bunyi sepatu pantofel
mengiringi langkahku memasuki sebuah kelas. Kelas 7 putra angkatan kedua MBS
Pleret, masih ku ingat saat itu hari pertamaku mengajar. Hari pertama aku
berjumpa dengan murid-muridku, aku memulai hari itu dengan berkisah tentang
mimpi dan cita-cita. Ketika mendengar impian mereka lantunan doa terucap dari
bibir ini, semoga kelak kalian dapat meraihnya, Nak. Tak bisa kubayangkan
bagaimana rasaanya pernah mengantarkan kalian menuju impian-impianmu, bukan
hanya kelas itu saja, tapi kalian semua.
Menjadi bagian dari perjalanan
sekolah rintisan memang sangat berat. Tapi aku percaya dan yakin lima hingga
sepuluh tahun kedepan buah manis dari usaha dan doa ini akan kami petik
bersama-sama.
Kini, amanah telah dipercayakan
padaku, menjadi wali kelas 7 putra angkatan ketiga MBS Pleret. Menjadi bapak
dari dua puluh dua anak, menjadi tempat curhat dari berbagai macam gundah
gelisah. Dari mereka— anak-anak saleh penghafal Quran— aku dapat belajar banyak
hal.
Terkadang rasa sedih muncul dalam
dada ini, tatkala mendengar ada di antara mereka yang sudah mengalami persoalan
berat yang bahkan aku tak yakin, jika aku yang mengalaminya, aku dapat
melaluinya. Di seusia mereka, aku dulu masih asyik bermain. Tapi anak-anak ini
memilih jalan lain dengan berjuang di jalan Allah, jauh dari keluarga. Humm.
Sungguh kalian semua hebat-hebat, Nak. Aku beruntung bisa mengenal kalian.
Kelak, ketika kalian telah lulus
dari pesantren ini, jangan takut untuk merindu. Merindukan segala macam hal
yang telah kalian alami di bangku studi. Begitu juga dengan diri ini, entah
seberapa banyak santri yang telah lulus kelak, semoga Allah tetap menjaga rasa rindu
itu, agar selalu ingat satu per satu dari kalian. Teruslah berjuang dan raihlah mimpimu.
Bantul, 24 Desember 2016