Laman

Sunday, April 7, 2013

Menjadi Entrepreneur yang Sesungguhnya


Sesungguhanya tulisan ini erat kaitanya dengan peristiwa-peristiwa yang kualami akhir-akhir ini. Jadi ceritanya begini;

       Pertama kuliah kewirausahaan, ya pastinya teman-teman tau apa saja sih yang diberikan saat kuliah kewirausahaan itu? Tentunya ya seputar dunia usaha dan menjadi seorang pengusaha. Aku sangat senang sekali ada mata kuliah semacam ini, rasanya di kelas itu seperti sedang mengikuti seminar motivasi, AMT, dan semacamnya. Bagaimana tidak, setiap kuliah, dosenku Ibu Ari Kus selalu memberikan materi motivasi. Ya, karena memang materi-materi kewirausahaan ya seputar itu, bagaimana menjadi seorang pengusaha.
    Di sini aku banyak belajar tentang dunia usaha dan menjadi pengusaha yang sesungguhnya itu. Kami diberi tugas untuk mewawancarai seorang pengusaha atau bahasa kerenya itu enterpreneur. Tidak main-main wawancara ini, karena kami harus mencari enterpreneur yang sudah memiliki omset diatas 50 juta rupiah per bulan. Pikir kami di awal, sangat susah menemukan mereka, tetapi praktiknya di lapangan sangat banyak enterpreneur yang demikian. Justru sudah melebihi 50 juta, hal ini bisa dilihat dari presentasi-presentasi yang dilakukan teman-taman, mulai dari pengusha makanan, jasa, barang rumah tangga dll, termasuk kelompoku. Kelompoku mewawancari seorang enterpreneur yang memiliki usaha di bidang alat-alat laboraturium, namanya Pak Bayu. Kami banyak mengambil ilmu dari beberapa enterpreneur ini, untuk menjadi pengusaha yang maju itu intinya kita harus berani mencoba, bisa survive, dan berkembang.
         Lanjut pada peristiwa kedua, yaitu sebuah talkshow di Metro TV. Kebetulan atau entah bagaimana, talkshow ini membahas tentang Gerakan Kewirausahaan Nasinoal. Saya lupa siapa narasumbernya, yang jelas beliau dari Kementrian Koprasi dan UKM. Satu lagi narasumbernya adalah seorang pemuda pemenang GKN tahun 2012 lalu. Dari talkshow ini aku mendapatkan satu lagi prinsip berwirausaha, bahwa seorang pengusaha layak disebut pengusaha itu kalau dia bukan hanya menghidupi dirinya sendiri, tetapi juga orang lain.
      Peristiwa ketiga, di sebuah toko alat tulis. Mahasiswa UNY, Sanata Darma dan sekitarnya pasti akrab dengan toko alat tulis yang satu ini. Tepatnya di daerah Jl. Gejayan, timur kampus UNY.
       Saat itu saya membeli sebuah time organization atau bahasa kerenya, papan tulis dari kertas, hehehe. Jika teman-teman memasuki toko ini, akan terlihat banyak sekali pegawai yang dimilikinya, untuk ukuran sebuah toko alat tulis. Mereka memiliki tugasnya masing-masing ada yang bolak-balik mengantar barang, ada yang mencatat di nota, dsb.
      Uniknya jika teman-teman berbelanja di sini, teman-teman akan disuguhkan dengan pelayanan gaya klasik. Dimana setiap barang yang ingin kita beli musti dicatat dulu dalam nota yang diberikan oleh karyawan di sana. Selanjutnya dengan nota itulah kita membayar ke kasir. Setelah membayar, kita masih belum mendapatkan barang yang kita beli tadi, masih ada langkah berikutnya, yaitu mengambil barang yang kita beli dengan nota itu di bagian tersendiri, baru lah kita bisa membawa pulang barang tersebut. Rumit ya teman-teman.
        Namun, dari peristiwa itu ada hal penting yang perlu dicatat. Di zaman sekarang ini, sudah jarang ditemui toko-toko semacam ini. Ada sih, paling tidak banyak, dan mungkin sudah dimodifikasi.
            Jika sang pemilik mau, mungkin banyaknya karyawan tadi bisa diganti dengan cukup 2 orang kasir, dan beberapa SPG atau SPB, dibuat konsep seperti mini market. Bayangkan apa yang terjadi dengan karyawan lainya. Karyawan yang sebanyak itu, (kurang lebih 30-an orang) akan makan apa nanti jika hal itu dilakukan.
         Itulah enterpreneur yang sesungguhnya, ia tidak hanya menghidupi dirinya sendiri, tetapi juga orang lain. Untuk itu, jika teman-teman semua ingin berwirausaha, ingatlah prinsip ini.
         Well, inilah cerita yang dapat saya bagi pada teman-teman semua, semoga bermanfaat. Nuwun...

Bantul, 07 April 2013, 00:43.

No comments:

Post a Comment